Dakwah Tauhid Tidak Up To Date Lagi?


Assalamualaikum

Membaca jawaban tentang ‘apakah ustad anti wahabi?’ apakah betul ustad bahwa dakwah tauhid sudah tidak up to date lagi. bukankah yang menjadi prioritas utama para nabi adalah tauhid, baru yang lain.

Saya pernah membaca tulisan syaikh al-albani bahwa dakwah tauhid adalah prioritas pertama dan utama. lantas bagaimana dengan berpartai ustad apakah ada landasannya. terimakasih sebelumnya ustad

Dwi Mardani
dwi.mardani@gmail.com

Jawaban

Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Mungkin kita perlu bedakan cara kita memandang masalah ini. Istilah dakwah tauhid sudah tidak ‘up to date‘ harus dilihat pengertianya secara luas, bukan dicari-cari celah kelemahannya.

Maksudnya tentu bukan mengecilkan upaya untuk membenahi tauhid umat Islam. Sama sekali tidak. Sebab dalam struktur kehidupan, tauhid landasan hidup kita. Di mana tanpa tauhid yang benar, jelas sekali kita tidak bisa masuk surga.

Akan tetapi yang kami maksud dengan istilah ‘up to date’ sungguh jauh dari pengertian ini. Up to date sesuai dengan makna yang sering kita gunakan, adalah sesuatu yang paling baru dan berkembang di tengah masyarakat.

Misalnya, ada mode pakaian yang up to date, artinya mode pakaian itu baru saya diluncurkan dan menjadi trend pada saat ini. Begitu juga dengan jenis handphone, begitu berlomba para produsen untuk mengeluarkan produk terbaru, dengan fasilitas terbaru, dengan harga terbaru juga tentunya, sehingga dikatakan handphone itu ‘up to date’.

Istilah ‘up to date’ mengesankan adanya dinamika dan perubahan terus menerus, dari sebelumnya ke yang sudahnya. Yang tadinya up to date, seiring dengan berjalannya waktu, berubah menjadi usang dan kuna, karena ditinggalkan oleh orang. Dan karena sudah ada lagi produk terbaru yang lebih ‘up to date’.

Nah, permasalahan umat sejak dari masa nabi yang di masa lampau juga selalu berganti. Dan kalau kita perhatikan, permasalahan itu berbeda-beda pada tiap nabi.

Misalnya, urusan mengenal Allah (ma’rifatullah) dari bertuhan yang banyak, kasusnya lebih dominan dalam kisah Nabi Ibrahim ‘alaihissalam. Bahkan beliau sendiri terlibat dalam pencarian sosok Allah SWT. Setelah sebelumnya beliau beranggapan bahwa bintang, bulan dan matahari adalah Allah SWT.

Nabi Luth

Tema besar Nabi Luth ‘alahissalam adalah masalah homoseksual dan lesbianisme. Kaumnya, Sodom, adalah penemu pertama prilaku liar yang bahkan binatang sekali pun tidak pernah melakukannya.

Kalau kita perhatikan, maka kaum ini kemudian dihancurkan karena pelanggaran masalah syariah yang satu ini. Bukan karena mereka meramal, datang ke dukun, atau karena berpaham asy’ariyah dan maturidiyah. Mereka tidak pernah meributkan urusan kalam Allah, apakah makhluq atau bukan makhluq. Mereka dihancurkan karena melakukan perbuatan homoseksual.

Salah besar kalau ada yang beranggapan dihancurkannya kaum Sodom karena syirik kepada Allah. Tema besar kaum ini bukan pada urusan syirik. Kenapa harus dipaksa-paksa harus syirik.

Kutukan Menjadi Kera

Sedangkan dosa penduduk yang tinggal di pinggir laut di masa Bani Israil adalah karena melanggar larangan bekerja di hari Sabtu. Allah SWT telah menetapkan bahwa hari Sabtu adalah hari ibadah, di mana mereka wajib meninggalkan semua urusan duniawi, masuk ke dalam shauma’ah (tempat ibadah orang yahudi) untuk ibadah kepada Allah.

Namun mereka melakukan pelanggaran dan berkilah dengan beragam teknik agar tetap bisa menangkap ikan di hari Sabtu.

Maka atas pelanggaran ini, Allah SWT mengutuk mereka menjadi kera yang hina. Dan kisah mereka diabadikan di dalam Al-Quran Al-Kariem.

Dan sesungguhnya telah kamu ketahui orang-orang yang melanggar di antaramu pada hari Sabtu, lalu Kami berfirman kepada mereka, “Jadilah kamu kera yang hina.” (QS. Al-Baqarah: 65)

Coba perhatikan, apakah kasus mereka ini kasus pelanggaran tauhid dan akidah? Ataukah pelanggaran masalah syariah?

Kalau pikiran kita terang, tidak mungkin kita bilang bahwa pelanggaran ini termasuk kasus aqidah. Jelas sekali pelanggaran yang mereka lakukan adalah pelanggaran fiqhiyah. Pelanggaran untuk tidak bekerja di hari Sabtu.

Mereka tidak dihukum dan dikutuk menjadi kera karena datang ke dukun, atau tukang ramal, atau karena melakukan bid’ah, atau karena ikut kelompok paham akidah tertentu yang sering dituduh sesat. Tidak, sama sekali tidak. Mereka melanggar larangan bekerja di hari Sabtu, yang tidak ada kaitannya dengan tema akidah.

Apakah kita masih mau paksakan untuk mengubah sejarah yang sudah terjadi?

Nabi Isa

Tema besar dakwah Nabi Isa ‘alaihissam juga bukan masalah tauhid. Yang kita ketahui tema besarnya justru masalah dunia pengobatan dan penyembuhan. Lewat mukjizat dari Allah SWT, Al-Masih itu bisa mengusap orang sakit dan langsung sembuh. Kalau dia mengusap jenazah yang terbujur kaku, maka jenazah itu atas izin Allah SWT, bisa hidup lagi.

Dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang berpenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah.” (QS. Ali Imran: 49)

Jelas sekali tidak ada urusan masalah tauhid ketika Nabi Isa masih hidup. Urusan masalah tauhid tentang Nabi Isa justru terjadi sepeninggal beliau, ketika orang-orang mulai menjadikan dirinya anak tuhan.

Kesimpulan:

1. Tauhid adalah landasan paling esensial dari struktur keIslaman, di mana semua nabi dan rasul memang mengajarkan dan menanamkan tauhid ini kepada semua kaumnya.

2. Namun tema-tema yang ditetapkan Allah SWT terhadap tiap kaum seringkali beragam. Ada tema tentang sihir, ada tema tentang kekuasaan, ada tema tentang pengobatan, pelangaran hari ibadah, homoseksual dan seterusnya. Ini juga tidak bisa dipungkiri.

3. Maka kita perlu membedakan antara landasan utama keIslaman dengan tema-tema yang telah ditetapkan Allah SWT kepada tiap kaum. Sebab tiap nabi pun ternyata dibekali dengan ‘senjata’ yang cocok dengan tema yang sedang ‘up to date’ di masa mereka masing-masing.

4. Seorang juru dakwah tentu perlu mengetahui tema-tema yang sedang berkembang, agar dia memiliki ‘senjata’ yang up to date yang bisa sesuai dengan perkembangan yang berlaku. Sehingga dia tidak ditinggalkan kaumnya. Dan kehadirannya menjadi solusi buat kehidupan, bukan malah semakin bikin pusing.

5. Tentang berpartai, kami sudah seringkali kemukakan di rubrik ini bahwa dalam kondisi tertentu, berpartai itu bisa menjadi kemungkaran dan bahkan dosa besar.

Akan tetapi sebaliknya, bisa juga menjadi salah satu alat dakwah yang efektif. Semua tergantung kondisi yang up to date dan kedalaman pandangan kita dalam melihat kondisi yang nyata di tengah kehidupan kita.

Semoga penjelasan ini bisa semakin mendekatkan paradigma yang positif di antara sesama umat Islam.

Wallahu a’lam bishsahwab, wassalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

Ahmad Sarwat, Lc

Sumber: eramuslim.com

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.