Category Archives: curahan qolbu

Boleh Ngebuut Asal Aman


Ini bukan artikel, apalagi puisi, hanya uneg2 saja 😛 Semoga bermanfaat..

ngebut

Berkendara di jalan raya sungguh menantang adrenalin siapa saja
apalagi bagi seorang pemuda/i berbadan gelap pembalap 😛
entah motor, mobil, truk, tanki, gerobak, becak, atau sepeda gowes
yang menghalangi pandangan mata, langsung dilibas saja

Didahului sebisa mungkin, pokoknya paling depan
atau mungkin tergesa-gesa pingin sampai rumah
menikmati sajian hamparan kapuk berbalut sprei
ataukah lapar perut yang tak tertahankan

Mengebut di jalan raya menjadi pilihan bagi sebagian orang
entah apa motivasinya, tetap perlu waspada.. waspadalah! waspadalah!
lihatlah kedua kaca spion bergantian sebelum memutuskan
untuk mendahului apa pun di depannya..

Bikin perhitungan, apakah aman untuk mendahului,
kasih sinyal kepada pengguna jalan yang lain
entah bunyi klakson manual (*mulut :P) atau otomatis (*motor)
nyalakan juga lampu sein/ riting (jika masih berfungsi :P)

Samakan kecepatan kendaraan kita dengan yang akan didahului
jaga jarak aman agar tak nyenggol kanan kiri
jaga jarak dengan yang di depan atau belakang
jika rem mendadak dipastikan tak menabrak atau tertabrak

Oiya, sebelum berkendara, cek tekanan angin pada ban
cek bahan bakar apakah masih cukup menjangkau tujuan
pakai helm standar nasional Indonesia, ikatkan talinya ‘klik’
pakai jaket, celana/rok panjang, jaket yang tebal dan nyaman.

Jangan lupa baca do’a..
bismillaahirrahmaanirrahiim
bissmillaahi tawakkaltu ‘alAllahi laahawla walaaquwwata illabillaah..
insya Allah ngebuut pun aman 🙂

Thanks to Allah swt dan seorang pembalap (+navigatornya) yg sudah berkorban untuk menginspirasi postingan ini 😀

Damainya Pagi Ini


Pagi ini, sinar mentari menerobos sela-sela dedaunan pohon durian milik tetanggaku, hangatnya terasa hingga relung hatiku. Kicauan burung bersahutan ceria, entah spesies apa saja yang berkicau aku kurang tahu, sepertinya perlu tanya anak bionic nih (http) :P. Embikan kambing tetanggaku terdengar dari kejauhan, disusul kokok ayam jantan dari arah rumah tetanggaku yang lainnya. Emohan sapi tak mau ketinggalan. Sungguh damainya pagi ini.. ^_^ Lafal ‘subhanallah’ berkali-kali kulisankan. Berbagai persoalan sejenak terlupakan. Sambil terus kuayunkan sapu lidi berdoran bambu, kulempar dedaunan dari beberapa spesies; nangka (Artocarpus integra), jengkol (Pithecellobium sp.), melinjo (Gnetum gnemon), matoa (Pometia pinnata), rambutan (Nephelium lappaceum), dan spesies lainnya ke arah jugangan di kebon suwung.

Sesaat sebelumnya, kusapu dedaunan di bawah pohon yang termasuk famili Gnetaceae yang sedah berbuah, kudapati beberapa butir buah Gnetum gnemon berwarna merah yang tanggal dari tangkainya. Kuayunkan lagi sapu lidi di tanganku sambil melirik ke depan, kanan, dan kiri. Kucermati agar sapuku tak mengenai bahan emping yang berserakan itu. Setelah dedaunan kusingkirkan, kuambili satu per satu butiran buah melinjo itu, kujadikan satu. Kutinggalkan di sana, di bawah pohon, agar mbah Asmo tetanggaku tidak kecelik jika hendak cari melinjo di halaman rumahku.

Beberapa saat setelahnya, pak Karyono tetanggaku lewat bersama sapinya untuk dimandikan di sungai, kupasang senyum pada pemilik sapi (dan juga kepada sapi :P), kuberikan jalan buat sapi untuk lewat, Eittt! Si sapi mau menabrakku! ( >..

Teringat kejadian kemarin Selasa siang. Waktu itu aku ketiduran sepulang mengantar mbokdhe Tris membesuk pakdhe Tris yang dirawat di Rumah Sakit Murangan (RSUD Sleman). Sayup-sayup terdengar suara anak kecil memanggil-manggil adikku, “Mas Ali… Mas Ali..” Siang itu adikku belum pulang, aku pun beranjak dari dipan lalu menuju teras rumah. Kudapati Tony di teras memanggil-manggil ditemani Lia bersama ibunya yang duduk di lincak dan Billa yang malu-malu kucing berdiri di samping Tony.. Hehe, lucunya bocah-bocah mungil ini.. ^_^

Kembali ke cerita semula. Halaman rumahku yang masih berupa tanah sekarang sudah bersih dari dedaunan yang berjatuhan. Wah.. terasa jadi lebih luas dari sebelumnya, aku tersenyum lega 🙂 Jalan cor-coran semen di depan rumah juga sudah bersih. Angin sepoi-sepoi menyapaku lembut.. Sungguh pagi yang damai..

Setelah cuci tangan dan kaki, kunyalakan komputerku, kuconnectkan ke internet, dan kubuka software pengolah kata yang biasa kupakai buat ngetik-ngetik. Kutuliskan kisahku pagi ini. Adikku (Ali) pamit hendak berangkat ke kampus, dia bilang aku dipanggil mbah putri. Oke, kusambangi mbah putriku di kamar belakang. “Le, mbok aku dipijeti..” [Nak, minta tolong saya dipijiti..] Oh, ternyata beliau minta dipijitin.. Okelah kalau begittu. Pertama, kupijit lengan kirinya, pundaknya, lalu kepalanya. “Wah, kok adhem banget yo rasane?” [Wah, kok dingin sekali ya rasanya?] O, simbah kedinginan.. “Kula urut ngge minyak kayu putih kersa, mbah?” [Saya urut pakai minyak kayu putih mau, nek?] “Yo, gelem..” [Ya, mau..], jawab simbahku. Lalu, kuambilkan minyak aroma therapy (yang wangi dan hangat itu lho!) di atas meja belajar, di kamar ibuku. Kuoleskan sedikit di ujung jariku lalu kuurut tangan, kaki, leher, pundak dan punggung simbahku dengan minyak ‘wangi’ itu. “Saiki wis rodo anget..” [Sekarang dah agak hangat..], kata simbahku.

Urusan urut mengurut usai. Kini simbahku minta dibuatkan minuman hangat. Oiya! Aku baru ingat kalau tadi pagi adikku (Lisa) berpesan kepadaku untuk membuatkan minuman hangat buat simbah, tapi air panasnya habis, jadi harus ngrebus air dulu. Tadi adikku mau ngrebus air tapi belum mendidih, keburu berangkat ke sekolah. Oke! Acara selanjutnya adalah merebus air pakai keren dan kayu bakar 😀

Ceret dengan angus hitam di sekujur bagiannya sudah tersedia di atas keren. Tutupnya kubuka, ternyata sudah diisi air lumayan penuh. Darinya mengepulkan sedikit uap air. Hmm, sudah hangat, tapi sepertinya belum mendidih.. So, lebih baik kudidihkan dulu airnya. Dalam keren sudah ada beberapa batang bambu dan kayu kering yang sudah terbakar. Di manakah korek api berada? Oh, ada di samping keren. Kuambil satu batang korek api, lalu kugesekkan. Menyala! Horeee!!! ^o^ Kudekatkan nyala api ke bambu yang sudah terbakar ujungnya, nyala sebentar, lalu yaah.. mati lagi! Sudah tiga batang korek kunyalakan, tapi masih nihil! 😦 Eh, ada kertas bekas yang bisa buat urup-urup. Kuambil satu lembar kertas, kunyalakan, belum berhasil. Kuambil selembar lagi, kunyalakan, dan alhamdulillaah nyala! Horeee!!!

Menit demi menit berlalu, api harus dijaga biar ndak mati. Kalau kayu/bambu di dalam tungku sudah terbakar habis, tugaskulah untuk nyugokke. Saat yang kutunggu-tunggu akhirnya tiba, air dalam ceret akhirnya mendidih ^_^ Kuseduh satu kantong teh S*r* W*ng* dalam sebuah poci keramik jadul. Kudiamkan beberapa saat. Kuambil cangkir blek bermotif putih-hijau bulat-bulat di kamar simbahku. Kucuci cangkir itu lebih dulu, kutiriskan bentar, lalu kumasukkan empat sendok teh munjung gula pasir ke dalam cangkir itu. Kutuangkan air panas langsung dari ceretnya. Kuaduk-aduk sebentar, lalu kusajikan secangkir teh panas buat simbah putri. “Niki mbah teh panasipun.. Ditengga sekedhap, taksih panas sangat amargi toyanipun sek tas umub..” [Ini nek the panasnya.. Ditunggu sebentar, masih panas sekali karena airnya baru saja mendidih..] begitu kataku pada mbah putri. “Yo kono, delehke kono..” [Ya situ, letakkan situ..], jawab simbahku. Senangnya masak air pakai keren plus kayu bakar, setelah sekian lama berpisah dengannya 😀

Hidup di desa begitu menyenangkan ^_^ Jauh dari bising kendaraan, jauh dari polusi asap kendaraan bermotor, bisa masak air dengan keren + kayu bakar yang mengasyikkan, dan tentunya masih bisa menikmati sajian indah dari Allah berupa suara-suara alam.. Alhamdulillaah.. ^_^

Toragan, 25/05/2011


Keterangan
jugangan: lubang di tanah untuk membuang sampah
kebon suwung: kebun yang tidak ditempati oleh pemiliknya, terdapat pepohonan dan semak belukar
kecelik: tidak berada di tempat yang diperkirakan
mbokdhe: bibi besar, panggilan untuk orang yang lebih tua dari orang tua kita, orant tua kita manggilnya yu (kakak)
Kaget tenan: terkejut sekali
dipan: ranjang
lincak: kursi panjang yang terbuat dari bambu
mbah putri: nenek
keren: tungku dari tanah liat
urup-urup: mengawali menyalakan api
nyugokke: mendorong kayu/ bambu ke dalam tungku
blek: seng/ logam

Ujian Pendadaran


Suatu episode kehidupan yang masih menjadi impian bagi para mahasiswa yang tengah menyusuri long journey mengerjakan skripsi. Apalagi yang sekarang masih cari ide, cari judul, atau menyusun proposal. Ya, skripsi memang unik, khas dan penuh lika-liku bagi pelakunya. Meski tak semua, namun sebagian besar mahasiswa (sarjana) punya pengalaman yang tiada duanya soal yang satu ini. Baca lebih lanjut