Tuhan Kita: Allah!


Kaum Pluralis mengatakan, semua agama menuju Tuhan yang satu. Padahal kelompok-kelompok Kristen berbeda penggunaan nama Tuhan mereka. Baca Catatan Akhir Pekan [CAP] Adian Husaini ke-162

Oleh: Adian Husaini, MA

Salah satu pandangan yang senantiasa dilempar oleh kaum Pluralis Agama dalam ‘mengelirukan’ pemikiran kaum Muslim, adalah mengatakan, “semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang satu”.

Mereka mengatakan, soal nama “Yang Satu” itu tidaklah penting. Yang Satu itu dapat dinamai Allah, God, Lord, Yahweh, The Real, The Eternal One, dan sebagainya. Bagi mereka, nama Tuhan tidak penting. Ada yang menulis: “Dengan nama Allah, Tuhan Yang Maha Pengasih, Tuhan Yang Maha Penyayang, Tuhan Segala agama.”

Kita ingat, dulu, ada cendekiawan terkenal yang mengartikan kalimat syahadat dengan: “Tidak ada tuhan (dengan t kecil), kecuali Tuhan (dengan T besar).

Tradisi yang tidak tahu dan tidak mempersoalkan nama Tuhan bisa kita telusuri dari tradisi Yahudi. Kaum Yahudi, hingga kini, masih berspekulasi tentang nama Tuhan mereka.

Dalam konsep Judaism (agama Yahudi), nama Tuhan tidak dapat diketahui dengan pasti. Kaum Yahudi modern hanya menduga-duga, bahwa nama Tuhan mereka adalah Yahweh. The Concise Oxford Dictionary of World Religions menjelaskan ‘Yahweh’ sebagai “The God of Judaism as the ‘tetragrammaton YHWH, may have been pronounced. By orthodox and many other Jews, God’s name is never articulated, least of all in the Jewish liturgy.”

Karena tidak memiliki tradisi sanad yang sampai kepada Nabi Musa a.s. maka kaum Yahudi tidak dapat membaca dengan pasti empat huruf “YHWH”. Mereka hanya dapat menduga-duga, empat huruf konsonan itu dulunya dibaca Yahweh. Karena itu, kaum Yahudi Ortodoks tidak mau membaca empat huruf mati tersebut, dan jika ketemu dengan empat konsonan tersebut, mereka membacanya dengan Adonai (Tuhan).

Spekulasi Yahudi tentang nama Tuhan ini kemudian berdampak pada konsepsi Kristen tentang “nama Tuhan” yang sangat beragam, sesuai dengan tradisi dan budaya setempat. Di Mesir dan kawasan Timur Tengah lainnya, kaum Kristen menyebut nama Tuhan mereka dengan lafaz “Alloh”, sama dengan orang Islam; di Indonesia mereka melafazkan nama Tuhannya menjadi “Allah”; dan di Barat kaum Kristen menyebut Tuhan mereka dengan “God” atau “Lord”.

Bagi orang Kristen, “Allah” bukanlah nama diri, seperti dalam konsep Islam. Tetapi, bagi mereka, “Allah” adalah sebutan untuk “Tuhan itu” (al-ilah). Jadi, bagi mereka, tidak ada masalah, apakah Tuhan disebut God, Lord, Allah, atau Yahweh. Yang penting, sebutan itu menunjuk kepada “Tuhan itu”. Ini tentu berbeda dengan konsep Islam.

Di Indonesia, dalam beberapa tahun terakhir, muncul kelompok-kelompok Kristen yang menolak penggunaan nama “Allah” untuk Tuhan mereka dan menggantinya dengan kata “Yahwe”. Tahun 1999, muncul kelompok Kristen yang menamakan dirinya Iman Taqwa Kepada Shirathal Mustaqim (ITKSM) yang melakukan kampanye agar kaum Kristen menghentikan penggunaan lafaz Allah. Kelompok ini kemudian mengganti nama menjadi Bet Yesua Hamasiah (BYH). Kelompok ini mengatakan: “Allah adalah nama Dewa Bangsa Arab yang mengairi bumi. Allah adalah nama Dewa yang disembah penduduk Mekah.”

Kelompok ini juga menerbitkan Bibel sendiri dengan nama Kitab Suci Torat dan Injil yang pada halaman dalamnya ditulis Kitab Suci 2000. Kitab Bibel versi BYH ini mengganti kata “Allah” menjadi “Eloim”, kata “TUHAN” diganti menjadi “YAHWE”; kata “Yesus” diganti dengan “Yesua”, dan “Yesus Kristus” diubah menjadi “Yesua Hamasiah”.

Berikutnya, muncul lagi kelompok Kristen yang menamakan dirinya “Jaringan Gereja-gereja Pengagung Nama Yahweh” yang menerbitkan Bibel sendiri dengan nama “Kitab Suci Umat Perjanjian Tuhan ini”. Kelompok ini menegaskan, “Akhirnya nama “Allah” tidak dapat dipertahankan lagi.” (Tentang kontroversi penggunaan nama Allah dalam Kristen, bisa dilihat dalam buku-buku I.J. Setyabudi, Kontroversi Nama Allah, (Jakarta: Wacana Press, 2004); Bambang Noorsena, The History of Allah, (Yogya: PBMR Andi, 2005); juga Herlianto, Siapakah Yang Bernama Allah Itu? (Jakarta: BPK, 2005, cetakan ke-3).

Itulah tradisi Yahudi-Kristen dalam soal penyebutan nama Tuhan. Sayangnya, oleh sebagian kaum Muslim atau orientalis Barat, tradisi Yahudi dan Kristen ini kemudian dibawa ke dalam Islam. Pada berbagai terjemahan Al-Quran dalam bahasa Inggris, kita menemukan tindakan yang tidak tepat, yaitu menerjemahkan semua lafaz Allah dalam Al-Quran menjadi “God”. Dalam konsep Islam, Allah adalah nama diri (ismul ‘alam/proper name)dari Dzat Yang Maha Kuasa.

Maka, seharusnya, lafaz “Allah” dalam Al-Quran tidak diterjemahkan ke dalam sebutan lain, baik diterjemahkan dengan “Tuhan”, “God”, atau “Lord”.

Beberapa terjemahan Al-Quran bahasa Inggris telah menerjemahkan lafaz Allah menjadi God. Misalnya, Abdullah Yusuf Ali – dalam The Holy Qur’an — menerjemahkan “Bismillah” dengan “In the name of God”.

Begitu juga, “Alhamdulillah” diterjemahkan dengan “Praise be to God”, dan “Qul Huwallahu ahad” diterjemahkan dengan “Say: He is God, the One and Only”. Kasus yang sama – penerjemahan nama Allah menjadi God – juga bisa dilihat dalam Terjemah al-Quran bahasa Inggris yang dilakukan oleh J.M.

Rodwell (terbitan J.M. Dent Orion Publishing Group, London, 2002. Terbit pertama oleh Everyman tahun 1909). Harusnya, kata Allah dalam al-Quran tidak diterjemahkan, karena “Allah” adalah nama. Seperti halnya kita tidak boleh menerjemahkan kata “President Bush” dengan “Presiden semak”, atau nama Menlu AS “Rice” dengan “Menteri Nasi”.

Menurut Prof. Syed Muhammad Naquib al-Attas, sesuai dengan konsep Pandangan Hidup Islam (Islamic worldview) yang bersifat otentik dan final, maka konsep Islam tentang Tuhan, juga bersifat otentik dan final. Itu disebabkan, konsep Tuhan dalam Islam, dirumuskan berdasarkan wahyu dalam Al-Quran yang juga bersifat otentik dan final.

Konsep Tuhan dalam Islam memiliki sifat yang khas yang tidak sama dengan konsepsi Tuhan dalam agama-agama lain, tidak sama dengan konsep Tuhan dalam tradisi filsafat Yunani; tidak sama dengan konsep Tuhan dalam filsafat Barat modern atau pun dalam tradisi mistik Barat dan Timur. (Syed Muhammad Naquib al-Attas, Prolegomena to the Metaphysic of Islam, (Kuala Lumpur: ISTAC, 1995).

Bait pertama dalam Aqidah Thahawiyah yang ditulis oleh Abu Ja’far ath-Thahawi (239-321H), dan disandarkan pada Imam Abu Hanifah, Abu Yusuf, Imam Syaibani, menyatakan: “Naquulu fii tawqiidillaahi mu’taqidiina – bitawfiqillaahi: Innallaaha waahidun laa syariikalahu.” Dalam Kitab Aqidatul Awam – yang biasa diajarkan di madrasah-madrasah Ibtidaiyah – ditulis bait pertama kitab ini: “Abda’u bismillaahi wa-arrahmaani—wa bi-arahiimi daa’imil ihsani.” Ayat pertama dalam al-Quran juga berbunyi “Bismillahirrahmaanirrahiimi”, dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Tuhan, dalam Islam, dikenal dengan nama Allah. Lafaz ‘Allah’ dibaca dengan bacaan yang tertentu. Kata “Allah” tidak boleh diucapkan sembarangan, tetapi harus sesuai dengan yang dicontohkan Rasulullah saw, sebagaimana bacaan-bacaan ayat-ayat dalam Al-Quran.

Dengan adanya ilmul qiraat yang berdasarkan pada sanad – yang sampai pada Rasulullah saw – maka kaum Muslimin tidak menghadapi masalah dalam penyebutan nama Tuhan. Umat Islam juga tidak berbeda pendapat tentang nama Tuhan, bahwa nama Tuhan yang sebenarnya ialah Allah.

Dengan demikian, “nama Tuhan”, yakni “Allah” juga bersifat otentik dan final, karena menemukan sandaran yang kuat, dari sanad mutawatir yang sampai kepada Rasulullah saw. Umat Islam tidak melakukan ‘spekulasi filosofis’ untuk menyebut nama Allah, karena nama itu sudah dikenalkan langsung oleh Allah SWT – melalui Al-Quran, dan diajarkan langsung cara melafalkannya oleh Nabi Muhammad saw.

Dalam konsepsi Islam, Allah adalah nama diri (proper name) dari Dzat Yang Maha Kuasa, yang memiliki nama dan sifat-sifat tertentu. Sifat-sifat Allah dan nama-nama-Nya pun sudah dijelaskan dalam al-Quran, sehingga tidak memberikan kesempatan kepada terjadinya spekulasi akal dalam masalah ini. Tuhan orang Islam adalah jelas, yakni Allah, yang SATU, tidak beranak dan tidak diperanakkan, dan tidak ada sesuatu pun yang
serupa dengan Dia. (QS 112). Dan syahadat Islam pun begitu jelas: “La ilaha illallah, Muhammadur Rasulullah” — Tidak ada tuhan selain Allah, dan Muhammad adalah utusan Allah”. Syahadat Islam ini tidak boleh diterjemahkan dengan “Tidak ada tuhan kecuali Tuhan dan Yang Terpuji adalah utusan Allah”.

Kaum Muslim di seluruh dunia – dengan latar belakang budaya dan bahasa yang berbeda – juga menyebut dan mengucapkan nama Allah dengan cara yang sama. Karena itu, umat Islam praktis tidak mengalami perbedaan yang mendasar dalam masalah konsep ‘Tuhan’. Karen Armstrong menulis dalam bukunya:

“Al-Quran sangat mewaspadai spekulasi teologis, mengesampingkannya sebagai zhanna, yaitu menduga-duga tentang sesuatu yang tak mungkin diketahui atau dibuktikan oleh siapa pun. Doktrin Kristen tentang Inkarnasi dan Trinitas tampaknya merupakan contoh pertama zhanna dan tidak mengherankan jika umat Muslim memandang ajaran-ajaran itu sebagai penghujatan.” (Karen Armstrong, Sejarah Tuhan (Terj), 2001), hal. 199-200).

Bagi kaum Pluralis Agama, siapa pun nama Tuhan tidak menjadi masalah, karena biasanya mereka memandang, agama adalah bagian dari ekspresi budaya manusia yang sifatnya relatif. Karena itu, tidak manjadi masalah, apakah Tuhan disebut Allah, God, Lord, Yahweh, dan sebagainya. Mereka juga mengatakan, bahwa semua ritual dalam agama adalah menuju Tuhan yang satu, siapa pun nama-Nya. Nurcholish Madjid, misalnya, menyatakan, bahwa:

“… setiap agama sebenarnya merupakan ekspresi keimanan terhadap Tuhan yang sama. Ibarat roda, pusat roda itu adalah Tuhan, dan jari-jari itu adalah jalan dari berbagai Agama.” (Lihat, buku Tiga Agama Satu Tuhan, (1999), hal. xix).

Seorang Pluralis pendatang baru, juga menulis dalam buku terbarunya, “Semua agama itu kembali kepada Allah. Islam, Hindu, Budha, Nasrani, Yahudi, kembalinya kepada Allah.”

Pandangan yang menyatakan, bahwa semua agama menyembah Tuhan yang sama, yaitu Allah, adalah pandangan yang keliru. Hingga kini, sebagaimana dipaparkan sebelumnya, di kalangan Kristen saja, muncul perdebatan sengit tentang penggunaan lafal “Allah” sebagai nama Tuhan. Sebagaimana kaum Yahudi, kaum Kristen sekarang juga tidak memiliki ‘nama Tuhan’ secara khusus. Kaum Hindu, Budha, dan pemeluk agama-agama lain juga tidak mau menggunakan lafaz “Allah” sebagai nama Tuhan mereka.

Kaum musyrik dan Kristen Arab memang menyebut nama Tuhan mereka dengan “Allah” sama dengan orang Islam. Nama itu juga kemudian digunakan oleh Al-Quran. (Al-Quran memang menyebutkan, jika kaum musyrik Arab ditanya tentang siapa yang menciptakan langit dan bumi, maka mereka akan menyebut “Allah”. (Lihat QS 29:61, 43:87).

Tetapi, perlu dicatat, bahwa Al-Quran menggunakan kata yang sama namun dengan konsep yang berbeda. Bagi kaum musyrik Arab, Allah adalah salah satu dari Tuhan mereka, disamping tuhan Lata, Uza, Hubal, dan sebagainya. Karen Armstrong menyebut, ketika Islam datang, ‘Allah’ dianggap sebagai ‘Tuhan Tertinggi dala keyakinan Arab kuno’. (Lihat, Karen Armstrong, op cit, hal. 190).

Karena itu, dalam pandangan Islam, mereka melakukan tindakan syirik terhadap Allah. Sama dengan kaum Kristen, yang dalam pandangan Islam, juga telah melakukan tindakan syirik dengan mengangkat Nabi Isa sebagai Tuhan. Karena itulah, Nabi Muhammad saw – sesuai dengan ketentuan QS al-Kafirun – menolak ajakan kaum musyrik Quraisy untuk melakukan penyembahan kepada Tuhan masing-masing secara bergantian.

Jadi, tidak bisa dikatakan, bahwa orang Islam menyembah Tuhan yang sama dengan kaum kafir Quraisy. Jika menyembah Tuhan yang sama, tentulah Nabi Muhammad saw akan memenuhi ajakan kafir Quraisy.

“Katakan, hai orang-orang kafir! Aku tidak akan menyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu bukan penyembah Tuhan yang aku sembah. Dan aku tidak pernah menjadi peyembah apa yang kamu sembah. Dan kamu tidak pernah (pula) menjadi penyembah Tuhan yang aku sembah. Untukmulah agamamu, dan untukkulah agamaku.” (QS 109).

QS al-Kafirun ini menjadi dalil bahwa karena konsep Tuhan yang berbeda – meskipun namanya sama, yaitu Allah — dan cara beribadah yang tidak sama pula, maka tidak bisa dikatakan bahwa kaum Muslim dan kaum kafir Quraisy menyambah Tuhan yang sama. Itu juga menunjukkan, bahwa konsep Tuhan kaum Quraisy dipandang salah oleh Allah dan Rasul-Nya. Begitu juga cara (jalan) penyembahan kepada Allah. Karena itulah, nabi Muhammad dilarang mengikuti ajakan kaum kafir Quraisy untuk secara bergantian menyembah Tuhan masing-masing.

Sebagai Muslim, kita meyakini, Islam adalah agama yang benar. Tuhan kita Allah, yang nama-Nya diperkenalkan langsung dalam Al-Quran. Tidaklah patut kita membuat teori-teori yang berasal dari spekulasi akal, dengan menyama-nyamakan Allah dengan yang lain, atau menserikatkan Allah dengan yang lain, sebagaimana dilakukan oleh orang-orang yang mengaku Pluralis Agama. Wallahu a’lam. (Bojonegoro, 15 September 2006/www.hidayatullah.com ).

Catatan Akhir Pekan adalah hasil kerjasama antara Radio Dakta 107 FM dan http://www.hidayatullah.com

Diambil secara utuh dari www.hidayatullah.com edisi Senin, 18 September 2006.

10 responses to “Tuhan Kita: Allah!

  1. Mas, saya link tulisannya untuk website saya http://www.gkmin.net
    terima kasih,
    salam saya…
    GKmin.net
    (Tuhan saya Yahweh, Mas…
    tidak apa-apa ya kita beda “iman” terhadap Tuhan, yang penting kita bisa hidup damai berdampingan, walau keyakinan kita berbeda…)

  2. Ping-balik: Siapa Tuhan yang Anda sembah? :

  3. ‘Janganlah kamu berdebat dengan ahli Kitab (Yahudi, Nasrani dan seumpamanya) melainkan dengan (jalan) yang terbaik kecuali dengan yang aniaya di antara mereka itu. Dan katakanlah: Kami percaya kepada Kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu, kerana TUHAN KAMI DAN TUHAN KAMU ADALAH SATU, DAN KAMI PATUH KEPADA-NYA” (Surah Al-Ankabuut, ayat 46)

    Saya bersetuju dengan komen gk. Eksklusiviti dalam agama merupakan hasil evolusi sejarah peradaban yang terbentuk demi menyesuaikan agama berkenaan sejajar dengan sosio-budaya ketika itu, seperti Perang Salib, Penjajahan Mongol, Imperialisme Barat dan sebagainya.

    Kita kini hidup dizaman Teknologi Maklumat yang mana manusia tidak perlu menunggang unta hanya untuk tiba ke satu destinasi yang jauh untuk berkomunikasi. Oleh itu, wajarlah juga kita merubah pendekatan kita terhadap isu-isu agama.

    Bahawasanya Kebenaran hakiki bukanlah milik manusia, itu hanyalah hak Allah s.w.t. Jadi tidak perlulah kita berbuih mulut cuba mengasak kebenaran tafsiran manusia ke dalam anak tekak orang lain.

    Seperti komen di atas; “yang penting kita bisa hidup damai berdampingan, walau keyakinan kita berbeda”…

  4. Jaman Ibrahim memanggil TUHAN = ELSHADAI
    Jaman Musa menyebut TUHAN = YHWH (Yahweh)
    Jaman Yesus menyebut TUHAN = ADONAI, Elohim
    Jaman Rasul-rasul murid Yesus Menyebut TUHAN = Elohim, Theos
    Waktu Rasul-rasul murid Yesus kecurahan Roh Kudus dan dapat berbahasa bermacam bangsa tidak pernah mempermasalahkan soal sebutan nama TUHAH Khalik pencipta.
    Indonesia mempunyai Sumpah Pemuda yang salah satu ikrarnya “Berbahasa satu Bahasa Indonesia, kata ALLAH sudah termasuk didalam bahasa Indonesia jadi tidak usah diributin, bahasa Indonesia milik semua anak bangsa Indonesia, bukan agama tertentu saja yang dapat menggunakan kata ALLAH.

  5. Allah, Tuhan yang disembah umat Islam berbeda dengan yang disembah non-Islam.
    Saya juga sudah membuat artikel khusus:

    Tuhan Umat Kristen Beda Dengan Tuhan Umat Islam

    Untuk urusan ini kita tegas, BEDA, jadi jangan disamakan, jangan dicampur-adukkan. Tapi kalo untuk urusan dunia, kita tetap bisa hidup damai berdampingan 🙂

  6. ‘Janganlah kamu berdebat dengan ahli Kitab (Yahudi, Nasrani dan seumpamanya) melainkan dengan (jalan) yang terbaik kecuali dengan yang aniaya di antara mereka itu. Dan katakanlah: Kami percaya kepada Kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepadamu, kerana TUHAN KAMI DAN TUHAN KAMU ADALAH SATU, DAN KAMI PATUH KEPADA-NYA” (Surah Al-Ankabuut, ayat 46)

    Faktanya PERILAKU/TABIAT Tuhan dalam Al Qur’an dan Hadis SANGAT KONTRAKDIKTIF dengan Tabiat /Perilaku Tuhan dalam Bible.
    Memang Tuhan yang menciptakan KITA (MANUSIA) adalah TUHAN YANG SAMA, tetapi FAKTANYA Tuhan yang kita sembah (disembah oleh muslim, disembah oleh kristen, disembah oleh budha, disembah oleh hindu) adalah Tuhan yang BERBEDA.
    Secara de’jure Tuhan yang sejati ada satu yaitu Tuhan yang menciptakan Manusia.
    Secara de’facto Tuhan itu BANYAK yaitu tuhan yang disembah oleh Muslim, Tuhan yang disembah oleh Kristen, dan Tuhan yang disembah oleh agama-agama lain). tuhan yg disembah oleh banyak penganut agama yg berbeda-beda ini TUHAN YANG TIDAK SAMA.

    bram ander : baca dulu ini :

    Klik untuk mengakses Siapa_yang_Anda_sembah.pdf

    dan

    Klik untuk mengakses KEMBALI_KE_AKAR_IBRANI.pdf

    saya percaya anda akan mendapatkan suatu pencerahan baru.

  7. Menurut saya artikel AH ini ‘katrok’ dan provokatif. Sejak awal kalimat saja ia sudah menuduh terang-terangan bahwa pihak Pluralis hendak ‘menyesatkan’ umat Islam! Sungguh gegabah! Baca kalimat pertamanya ini.
    “Salah satu pandangan yang senantiasa dilempar oleh kaum Pluralis Agama dalam ‘menyesatkan’ kaum Muslim, adalah bahwasanya, “semua agama adalah jalan yang berbeda-beda menuju Tuhan yang satu”.

    Pertama, ia menganggap dirinyalah (saya sebut saja sebagai ‘kaum Singularis’ sebagai lawan dari ‘kaum Pluralis’) yang mendapat petunjuk dan kebenaran sedangkan kaum pluralis adalah kelompok yang ‘tersesat’. Betapa hebatnya AH ini sehingga mampu mengklaim dirinya mendapat jalan yang benar sedangkan kelompok yang berbeda pendapat dengannya adalah ‘tersesat’!
    Kedua, bukan hanya ia menganggap bahwa ‘kaum Pluralis’itu tersesat tapi juga ‘menyesatkan’ umat Islam. Tidak jelas juga umat Islam mana yang berusaha ‘disesatkan’ oleh ‘kaum Pluralis’ tersebut. Mungkin ‘kaum Singularis seperti dirinya’. 🙂

    Lantas apa sih yang membuat AH berkeyakinan bahwa ‘kaum Pluralis’ itu hendak ‘menyesatkan’ umat Islam?
    Ternyata yang ia maksud adalah masalah ‘tradisi’. Tradisi…?! Ya. Baca saja kalimatnya berikutnya.
    “Tradisi yang tidak tahu dan tidak mempersoalkan nama Tuhan bisa kita telusuri dari tradisi Yahudi. Etc..etc…”

    Jadi karena kaum Pluralis TIDAK MEMPERSOALKAN nama Tuhan maka dianggapnya itu sebagai sebuah KESESATAN dan menyampaikan pendapatnya dianggap oleh AH sebagai upaya untuk MENYESATKAN umat Islam. Bukan main si AH ini!

    Saya menganggap ini sebagai sikap dan tindakan yang tidak terpuji. Sebagai seorang intelektual semestinya AH tidak menyerang pendapat kelompok yang berbeda dengannya (apalagi dengan sesama muslim) dengan label ‘sesat’ dan ‘menyesatkan’ karena itu merupakan label yang biasanya kita gunakan dalam hal akidah.

    Salam
    Satria

    • Salam Pak Satria,
      Mohon maaf komentar Anda baru saya tampilkan. Terus terang alasan saya menampilkan tulisan Pak Adian Husaini karena saya sependapat dengan beliau bahwa dalam masalah aqidah, umat Islam tak boleh kompromi sedikitpun, bagi saya menyangkut nama Tuhan adalah masalah aqidah, bukan tradisi. Terlepas dari istilah ‘tradisi’ yang digunakan Pak Adian Husaini dalam artikel ini. Jadi, mohon maaf, saya kurang sependapat dengan pernyataan Anda yang berbunyi “Sebagai seorang intelektual semestinya AH tidak menyerang pendapat kelompok yang berbeda dengannya (apalagi dengan sesama muslim) dengan label ‘sesat’ dan ‘menyesatkan’ karena itu merupakan label yang biasanya kita gunakan dalam hal akidah.” Menurut saya, memang sebagai seorang intelektual, harus bisa meluruskan pemahaman ummat yang keliru menyangkut nama Tuhan.

      Btw, sebelumnya sy ucapkan terima kasih atas berkenannya Bapak mengunjungi blog ini. Semoga tali silaturahim selalu terjalin di antara kita dan semoga blog ini bisa menjadi sarana untuk saling mengingatkan dalam kebenaran dan kesabaran, Aamiin…

      Wallahu’alam bishawab.

  8. *KITA SEDERHANAKAN SAJA.

    *ALLAH adalah nama Tuhannya bgs Arab dan umat Islam.
    Maka biarlah nama itu disebut-sebut oleh umat Islam.

    *YHWH adalah nama Tuhannya bgs Yahudi dan umat Nasrani.
    Maka biarlah nama itu disebut-sebut oleh umat Nasrani.
    Janganlah umat Nasrani bilang: “Yesus anak Allah”-“Allah Bapa”-“Allah Anak” dlsb.

  9. * Nama “YAHWEH” tertulis di dalam Kitab Suci
    maka “YAHWEH” Elohimnya bgs Yahudi dan umat Kristen.

    * Nama “ALLAH” tertulis di dalam Alquran dan Hadits
    maka “ALLAH” Ilahnyya bgs Arab dan umat Islam.

    * YAHWEH berfirman:
    1. Jangan ada padamu elohim lain di hadapan-Ku.(Kel 20:3)
    2. Sebab elohim segala bangsa adalah berhala.(Mzm 96:5)
    3. Awas. Nama elohim lain jgn kau sebut kedengaran dari
    mulutmu.(Kel 23:13)

    * Orang Kristen yg bilang Allah Bapa/Anak Allah/Allah Roh Kudus dlsbnya telah melanggar larangan Bapa YAHWEH.

Tinggalkan komentar

Situs ini menggunakan Akismet untuk mengurangi spam. Pelajari bagaimana data komentar Anda diproses.